Senin, 11 Agustus 2008

Artikel Bahasa : Biar Keliru Asal Komersial

BIAR KELIRU ASAL KOMERSIAL

Rotation of photo kunjana.jpg

Dr. R. Kunjana Rahardi

Dosen Santa Maria dan Atma Jaya Yogyakarta

Bahwa bahasa lekat dengan penggunanya, adalah fakta yang tak termungkiri lagi. Pengguna bahasa adalah penentu dinamika bahasa. Bahasa berdinamika baik, pasti dapat berkembang baik. Bahasa tidak berdinamika maksimal, perkembangannya pasti tersendat.

Kita lihat saja bahasa-bahasa daerah kita. Bahasa-bahasa itu sejatinya merupakan pilar bahasa Indonesia. Sayang, bahasa-bahasa itu tidak tumbuh maksimal. Dinamikanya tidak maju, tetapi stagnan. Atau, malahan mungkret. Lalu, bagaimana bahasa Indonesia yang hanya ditopang pilar keropos dan berdinamika mungkret?

Namun, bukan karena itu saja bahasa Indonesia tidak berkembang sempurna. Pengguna bahasa yang suka gagah-gagahan dengan bentuk asing, gemar berbangga-bangga dengan bentuk daerah, menjadi sebab pokok lemahnya bahasa kita.

Kita cermati bahasa komersial di pelbagai tempat iklan. Juga pada kaus-kaus komersial yang banyak menjual permainan kata-kata. Dalam wahana itu, sering ditemukan bentuk yang berakhir dengan /x/, /z/, atau / y/. Bentuk semacam itu sengaja dibuat keasing-asingan karena diyakini akan lebih keren dan komersial.

Untuk menyatakan maksud obong, misalnya, digunakan obonk. Tidak keren rasanya kalau untuk kedai digunakan bentuk warung. Maka, lalu muncullah waronx. Kata-kata daerah juga dibuat bergaya manca, seperti wedhuz, gendhenx, qzruh, mbelinx. Semua dikreasi agar bentuk kebahasaan itu menjadi keren dan ‘menjual’.

Ada juga nama tertentu yang menggunakan bentuk khayangan alih-alih kahyangan, seperti ‘Citra Khayangan’, ‘Nuansa Khayangan’. Bentuk yang diawali /kh/, dirasa lebih keren daripada dengan /k/. Bentuk kharisma juga digunakan alih-alih bentuk benar karisma.

Beberapa saat silam sempat terjadi kebingungan, apakah Yogyakarta harus ditulis Jogjakarta, atau malahan dengan bentuk arkais Djogdjakarta. Dari sisi kekerenan dan kekomersialan, barangkali Djogdjakarta paling tinggi peringkatnya, disusul Jogjakarta, dan yang terakhir Yogyakarta.

Kita sering menemukan bentuk donk dan dech alih-alih dong, deh untuk kata serapan bahasa Melayu Betawi. Bahkan kini kita tidak lagi mengerti apakah yang benar (e)lo atau (e)lu untuk kamu, anda. Juga untuk gue dan gua, untuk maksud aku, saya.

Belakangan banyak orang gandrung dengan pronomina aku, tanpa menyadari ketepatan kaidah pemakaiannya. Dalam semua konteks, aku dianggap tepat digunakan. Oleh karena pengaruh bahasa daerah pula, digunakan bentuk interjektif lho, bukannya bentuk benar lo.

Konon, lantaran dulu Bung Karno menyebut kota Solo dengan Sala, salah kaprah pun kini terjadi. Kita tidak menyadari lagi bahwa anjangsana, sesungguhnya berasal dari bahasa Sunda anjangsono. Sepertinya, bentuk berakhir dengan [a], lebih keren daripada [o].

Jurnalis media bergeming ketika pada Minggu, pada Januari, pada 2008 yang sesungguhnya konstruksi asing, dibetulkan menjadi pada hari Minggu, pada bulan Januari, dan pada tahun 2008. Sesungguhnya, biar agak panjang itulah cara pengungkapan yang benar.

Dalam tataran kalimat, kita tidak lagi menyadari bahwa bentuk ‘reduced’ Dihubungi terpisah, direktur mengatakan… adalah bentuk berkonstruksi asing. Sebenarnya, bentuk itu dapat diubah agar berkonstruksi benar dengan menambahkan konjungsi intrakalimat. Maka, bentuk itu menjadi Ketika dihubungi terpisah, direktur mengatakan….

Problema kebahasan di depan semuanya menegaskan, kita cenderung memakai bentuk keren dan komersial dalam praktik kebahasaan. Kita kurang berpreferensi pada bentuk yang sesuai dengan aturan kebahasaan. Lalu, bagaimana bahasa Indonesia kita ke depan?

Pertanyaan, saran, komentar, dan diskusi kebahasaan dapat disampaikan langsung ke: kunjana@indosat.net.id atau kunjana.rahardi@gmail.com

(Artikel ini pernah dimuat di Harian Bisnis Indonesia Jakarta, 2008)

Artikel Bahasa : Kaki Lima Berkaki Dua

‘KAKI LIMA’ BERKAKI DUA

R. Kunjana Rahardi

Dosen Santa Maria dan Atma Jaya Yogyakarta

Penggusuran pedagang kaki lima telah terjadi di mana-mana. Lepas dari persoalan legal yang sering membelit meraka, rasanya kasihan juga kita melihat mereka harus beradu mulut, bergelut, dan bergulat dengan aparat keamanan. Barangkali itulah nasib para pedagang kaki lima di negeri kita,yang dalam bahasa Indonesia telah banyak disebut sebagai para kaki lima.

Istilah kaki lima kini memang kian menjadi akrab di telinga kita. Utamanya, atas jasa dari media massa. Demikian lekatnya istilah itu dengan hidup keseharian, orang menjadi tidak sepenuhnya mengerti dan tidak pernah mempersoalkan lagi mengapa mereka disebut sebagai kaki lima. Juga, rasanya kini orang kian tidak peduli dengan istilah kaki lima yang salah itu. Maka, lengkaplah sekarang derita dari para pedagang kaki lima. Mereka telah banyak digusur, mereka juga telah banyak dilupakan dari dimensi kebahasaan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi ke-3 tahun 2005 dinyatakan bahwa makna lema kaki lima adalah lantai (yang) diberi beratap sebagai penghubung rumah dengan rumah; serambi muka (emper) toko di pinggir jalan biasanya berukuran lima kaki, biasanya dipakai sebagai tempat berjualan; lantai di tepi jalan.

Jadi dari runutan makna katanya, jelas sekali bahwa istilah itu tidak terkait dengan aktivitas jual-menjual barang oleh para pedagang. Istilah kaki lima itu menunjuk pada bagian rumah atau bangunan sisi depan rumah dengan lebar lima kaki dan dibuat memanjang. Satu kaki panjangnya adalah 12 inci atau sekitar 0,3048 meter. Dengan demikian lima kaki identik dengan sekitar 1,5 meter. Jadi memang tepat, bagian bangunan yang disebut kaki lima itu dipakai untuk berteduh saat panas dan hujan.

Dari runutan sejarahnya, istilah kaki lima sesungguhnya dekat dengan istilah bahasa Inggris Five Foot Way, istilah yang konon lahir ketika Raffles masih berkuasa. Bangunan pada masa itu diwajibkan olehnya untuk memiliki emper di depan seluas lima kaki. Tujuannya, agar orang bisa nyaman berteduh di sana saat panas dan hujan. Nah, lalu lahirlah istilah five foot stall untuk menyebut warung yang terdapat di sepanjang emperan bangunan itu.

Di lingkungan sekitar kita sekarang juga kebanyakan demikian itu faktanya. Di pelbagai kawasan pertokoan disediakan kaki lima. Namun tujuan utamanya tidak untuk berteduh, tetapi agar para ‘kaki lima’ dapat menjajakan barang-barang dagangan mereka. Jadi para pedagang di sepanjang kaki lima itu disebut pedagang kaki lima, bukan karena kaki mereka berjumlah lima. Bukan pula karena kaki mereka hanya dua jumlahnya, melainkan karena mereka berdagang di wilayah kaki lima. Sebutan lain yang sepertinya pas untuk pedagang kaki lima adalah pedagang emperan. Pasalnya, mereka memang lazimnya berdagang di sepanjang emperan di kawasan perdagangan dan pertokoan.

Memang ada sejumlah kalangan yang menafsirkan pedagang kaki lima sebagai pedagang yang berkaki lima. Yang dimaksud dengan lima kaki itu adalah dua kaki milik pedagang itu, dua ‘kaki’ roda gerobak yang dipakai untuk berjualan, dan satu lagi ‘kaki’ yang berupa kayu penyangga untuk gerobak itu. Orang lain lagi menafsirkan ‘kaki lima’ itu kakinya berjumlah lima lantaran roda gerobak berjumlah empat buah, ditambah sosok si pedagang itu sendiri yang sedang berdiri melayani pembeli dan dianggap sebagai satu kaki. Jadi, jumlah total kakinya adalah lima.

Tentu saja, kedua penafsiran yang disampaikan di atas itu tidak benar. Setiap pedagang kaki lima atau yang secara salah kaprah disebut sebagai ‘kaki lima’, pasti semuanya berkaki dua. Jadi jangan pernah salah, sebutan yang benar bagi para pedagang yang demikian itu bukan kaki lima, melainkan pedagang kaki lima.

Pertanyaan, saran, komentar, dan diskusi kebahasaan dapat disampaikan langsung ke: kunjana@indosat.net.id atau kunjana.rahardi@gmail.com

(Artikel ini pernah dimuat di Harian Bisnis Indonesia Jakarta, 2008)

CV dari Dr. R. Kunjana Rahardi, M. Hum.

Curriculum Vitae

1. Nama : Dr. R. Kunjana Rahardi, M. Hum.

2. Alamat : Perumahan Sidorejo Bumi Indah Blok H/166

Jl. Wates Km. 3,5 Yogyakarta 55182

Telp.: 0274-379771 Hp. 08164266263

kunjana@indosat.net.id; kunjana.rahardi@gmail.com

3. Tempat/tanggal lahir : Yogyakarta, 13 Oktober 1966

4. Status : Menikah

5. Pekerjaan Tetap : Dosen Biasa/Tetap ASMI Santa Maria Yogyakarta;

Dosen Luar Biasa Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

6. Jabatan Akademik : Lektor Kepala

7. Golongan/Ruang : IV/a

8. Bidang Keahlian Utama : Linguistik, Pragmatik, Sosiolinguistik, Jurnalistik.

9. Riwayat Pendidikan :

1) S-3 Linguistik Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (Lulus Doktor pada tanggal 5 Mei 1999)

2) S-2 Linguistik Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (Lulus Magister/Master pada tanggal 20 Mei 1996)

3) S-1 Pendidikan Bahasa Inggris IKIP Sanata Dharma (Sekarang Universitas Sanata Dharma) Yogyakarta

(Lulus Sarjana pada tanggal 20 Juli 1989)

4) SMU Kolese De Britto, Depok, Sleman, Yogyakarta

(Lulus pada tanggal 1 Mei 1985)

10. Pengalaman Pekerjaan :

1) Pembantu Direktur I Bidang Akademik ASMI Santa Maria Yogyakarta

(Periode 2000 – 2004)

2) Pembantu Direktur I Bidang Akademik ASMI Santa Maria Yogyakarta

(Periode 1996 – 2000)

3) Sekretaris Senat Perguruan Tinggi ASMI Santa Maria Yogyakarta

(Periode 2000 – 2004)

4) Sekretaris Senat Perguruan Tinggi ASMI Santa Maria Yogyakarta

(Periode 1996 – 2000)

5) Sekretaris Direktur ASMI Santa Maria Yogyakarta

(Periode 1996 – 2000)

6) Direktur Akademik Lembaga Pendidikan Bahasa Inggris Lingua Internasional Yogyakarta (Periode 1996 – 2000)

7) Direktur Lembaga Riset, Pelatihan, dan Konsultansi GASANTRIJANA Yogyakarta (2001 – 2004)

8) Managing Director ERANKA Language Service Centre, Yogyakarta (2004 – sekarang)

9) Dosen tidak tetap Fakultas Ekonomi Universitas Atmajaya Yogyakarta

(2002 – sekarang)

10) Dosen tidak tetap Fakultas Hukum Universitas Janabadra Yogyakarta

(2001 – 2004)

12) Pengasuh tetap kolom Sosial-budaya Majalah Wahana Pendidikan EDUCARE

KWI Jakarta (2005 – 2007)

13) Pengasuh tetap kolom Ulasan Bahasa harian umum Media Indonesia Jakarta

(2000 – 2006).

14) Penulis kolom Wisata Bahasa harian umum Pikiran Rakyat Bandung (2006 –

2007)

15) Konsultan bahasa jurnalistik harian umum Media Indonesia Jakarta

(2005 - 2006).

16) Konsultan bahasa jurnalistik harin Bisnis Indonesia Jakarta (2007 – 2008)

17) Penulis kolom tetap Bahasa Bisnis harian Bisnis Indonesia Jakarta (2007 – sekarang)

11. Pengalaman Pendukung Profesi:

1) Pembentang makalah dalam seminar MABBIM (Majelis Bahasa Brunnei, Indonesia, dan Malaysia) di Kuala Lumpur – Malaysia (8-9 Agustus 2004)

2) Narasumber pertemuan Forum Bahasa Media Massa (FBMM) bagi para jurnalis media wilayah Jakarta (2003)

3) Narasumber diskusi bahasa jurnalistik di harian Media Indonesia Jakarta (2000 – 2006)

4) Narasumber pertemuan bahasa jurnalistik bagi para jurnalis MetroTV Jakarta (2006)

5) Narasumber diskusi bahasa jurnalistik di harian Bisnis Indonesia Jakarta (2007 – 2008)

6) Narasumber diskusi bahasa jurnalistik di harian Lampung Post, Bandarlampung (2007)

7) Narasumber diskusi bahasa di Universitas Dr. Soetomo Surabaya (2007)

8) Narasumber diskusi bahasa di Universitas Negeri Yogyakarta (2007)

9) Narasumber diskusu bahasa di Universitas Negeri Semarang (2008)

10) Narasumber diskusi bahasa di Universitas Tridinanti Palembang (2008)

11) Penulis opini sosial-budaya di berbagai media massa lokal maupun nasional (2000 – sekarang)

12) Penulis buku-buku teks untuk perguruan tinggi dan masyarakat umum/luas:

1. Imperatif dalam Bahasa Indonesia (Duta Wacana University Press 2000),

2. Renik-renik Peradaban (Duta Wacana University Press 2000),

3. Sosiolinguistik Kode dan Alih Kode (Pustaka Pelajar 2001),

4. Serpih-serpih Masalah Kebahasaindonesiaan (Adicita Karya Nusa 2001),

5. Socrates Café (karya terjemahan diterbitkan Gramedia Pustaka Utama 2002),

6. Bahasa Indonesia dalam Problematika Kekinian (Dioma 2003),

7. Bulir-bulir Masalah Kebahasaindonesiaan Mutakhir (Dioma 2003),

8. Jejak-jejak Peradaban (Dioma 2003),

9. Berkenalan dengan Ilmu Bahasa Pragmatik (Dioma 2003),

10. Mengenal Korespondensi Bahasa Indonesia Kontemporer (Dioma 2004),

11. Menjadi Pribadi Berprestasi: Strategi Kerasan Kerja di Kantor (Grasindo, 2004),

12. Dinamika Kebahasaan: Aneka Masalah Bahasa Indonesia Mutakhir (Mitra Gama, 2004),

13. Ilmu Bahasa Pragmatik: Komunikasi Jenaka dan Kreativitas Berbahasa [Eranka, 2004)

14. Santun Berkorespondensi Sosial dalam Bahasa Inggris (Dioma, 2004),

15. Santun Melamar Pekerjaan dalam Bahasa Inggris (Amara Books, 2004),

16. Seni Menghadapi Wawancara Pekerjaan dalam Bahasa Inggris (Amara Books, 2004)

17. Berburu Pekerjaan: Percakapan Praktis Bahasa Inggris untuk Wawancara Kerja (Amara Books, 2005),

18. Idiom dan Istilah Bisnis Mutakhir dalam Bahasa Inggris (Amara Books, 2005),

19. Language of Business in English (Amara Books, 2005),

20. Kamus Praktis Sekretaris dan Bisnis (Amara Books, 2005),

21. Pragmatik: Kesantunan Imperatif dalam Bahasa Indonesia (Erlangga, 2006),

22. Asyik Berbahasa Jurnalistik: Kalimat Jurnalistik dan Temali Masalahnya (Santusta, 2006),

23. Bahasa Kaya Bahasa Berwibawa: Bahasa Indonesia dalam Dinamika Konteks Ekstrabahasa [Andi, 2006]

24. Paragraf Jurnalistik: Menyusun Alinea Bernilai Rasa dalam Bahasa Laras Media (Santusta, 2006)

25. Seni Memilih Kata: Peranti dan Strategi Komunikasi Profesional Efektif dalam Wahana Bahasa Indonesia (Yayasan Pustaka Nusatama, 2007)

26. Bahasa Jurnalistik Tutur: Menjadi jurnalis tutur andal dengan penguasaan bahasa yang tajam, lugas, tepercaya. (Yayasan Pustaka Nusatama, 2007)

27. Belajar Idiom Bahasa Inggris dengan Mudah [Penerbit Pinus, 2007]

28. Practical Business English Correspondence [Penerbit Kanisius, 2007]

29. Bahasa Jenaka: Melawak itu ada teorinya! [Penerbit Pinus, 2007]

30. Understanding English Questions: Memahami Seluk-beluk Pertanyaan dalam Bahasa Inggris [Penerbit Piramida, 2007]

31. Business and Secretarial English Gambits: Ekspresi-ekspresi Pembuka Perbincangan Praktis Bisnis dan Sekretaris dalam Bahasa Inggris [Penerbit Pinus 2007]

32. Kamus Sinonim dan Antonim Bahasa Inggris [Penerbit Pinus 2007]

33. Communicative English for Public Relations Services[Penerbit Amara, 2007]

Yogyakarta, 1 Agustus 2008

Scan20001

Dr. R. Kunjana Rahardi, M. Hum.