Dr. R. Kunjana Rahardi
Dosen ASMI Santa Maria Yogyakarta,
Konsultan bahasa media massa di Jakarta
Kalau kebetulan ke toko buku di kota Anda, jangan lupa mengunjungi rak-rak buku SMS (short message service). Anda pasti menemukan buku populer seperti Humor SMS Cinta, Humor SMS Politik, Humor SMS Remaja, Humor SMS Perselingkuhan, Humor SMS Persahabatan. Kalau semuanya Anda baca, Anda bakal mengerti bahwa bahasa pesan singkat kini benar-benar telah menjadi penjajah atau koloni. Benarkah masyarakat kita kini telah terkoloni genre bahasa khusus ini? Jawaban tegasnya, ‘Ya!’ Bahasa pesan singkat di satu sisi adalah dampak tak termungkiri dari revolusi teknologi komunikasi (communications technology revolution). Pada sisi lain, genre bahasa yang begitu mendominasi komunikasi keseharian ini juga adalah manifestasi koloni terhadap bahasa Indonesia sendiri.
Sejenak kita lihat data riset tentang kemunculan bahasa pesan singkat di seberang negeri. David Graddol (2006) dalam bukunya English Next mencatat, akhir-akhir ini genre khusus ini telah menjadi bentuk komunikasi utama di Eropa dan Asia, terlebih-lebih lagi bagi kaum muda. Bahasa pesan singkat tidak saja merupakan genre khusus dalam komunikasi, tetapi juga merupakan genre yang memiliki pengaruh besar dalam ranah sosial dan politik. Di Inggris, menurut Graddol, telah terbentuk model berkelahi baru lantaran genre ini. Di Jerman, bahasa pesan singkat digunakan untuk mengorganisasi massa partai-partai politik. Pada 2001, genre ini dianggap telah membantu menurunkan Joseph Estrada dari kursi kepresidenan. Pada 2005, di Ukraina terjadi ‘Orange Revolution’, dan bahasa pesan singkat berperan sangat besar di situ.
Semua data yang disampaikan di depan sekaligus menegaskan, genre khusus ini benar-benar efektif digunakan dalam komunikasi. Berbagai ranah kehidupan dapat dijangkau. Salah-salah, ke depan genre bahasa ini malahan akan menggantikan peran bahasa Indonesia. Penulis ingin sekali menegaskan bahwa terlepas dari rupa-rupa kehebatan peran bahasa pesan singkat dalam menjangkau banyak ranah, genre khusus ini juga benar-benar telah menjadi koloni bagi bahasa kita. Artinya pula, genre ini harus diwaspadai. Ibarat kanker ganas, bahasa pesan singkat menyerbu tubuh bahasa Indonesia dari dalam. Adapun pencampuradukan istilah asing ibarat serdadu-serdadu teror bersenjata modern yang siap tempur, menggempur bahasa kita dari sejumlah sisi. Jadi lengkap sudah, luar-dalam bahasa kita memang terus diserbu.
Terhadap bahasa-bahasa yang memang sudah bermartabat tinggi dan benar-benar mapan seperti bahasa-bahasa Eropa tertentu, rupanya memang tidak sepenuhnya bisa bahasa pesan singkat ini dianggap koloni. Pasalnya, terlalu tangguh keberadaan bahasa-bahasa terawat (cultivated language) seperti Inggris, Mandarin, Spanyol, Belanda, German, diserbu genre itu. Bahasa-bahasa terawat itu telah memiliki kaidah-kaidah yang serbabaku. Aturan-aturan kebahasaannya jelas dan tegas. Baik struktur bahasa maupun pola bunyinya terkodifikasi dan terumuskan semuanya dengan mantap dan stabil. Bahkan dalam ranah pengucapan pun ada peranti standardisasinya, ada ketentuan perihal Received Pronunciation-nya.
Bahasa Indonesia tentu belum dapat dikatakan sebagai bahasa tipe itu. Boleh juga bisa dikatakan, bahasa kita bermartabat tinggi. Pasalnya, dalam berbahasa Indonesia terlampau banyak toleransi dan variasi. Ditambah lagi dengan sikap masyarakat yang terlampau suka bergengsi dengan bahasa-bahasa asing yang ditonjolkan di sana-sini. Bahasa Indonesia tampaknya memang belum benar-benar dianggap berprestise oleh masyarakat sendiri. Maka, mereka masih sangat suka bergengsi-gengsi dengan bahasa asing yang dianggapnya lebih berprestise.
Bahasa Indonesia, juga harus diakui, kurang berdaya ungkap tinggi sekalipun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga sudah tercatat 80.000-an lema. Untuk mengungkapkan kata Inggris mouse dalam bidang komputer, misalnya, lema tetikus masih sulit diterima. Untuk mengindonesiakan www atau worldwide web dalam internet, kita juga belum menerima bentuk jejaring jagat jembar. Bahkan sangkil dan mangkus yang semula hendak dipakai untuk mengindonesiakan bentuk Inggris effective dan efficient, gagal total dan ditolak masyarakat. Jadi sekali lagi, koloni bahasa asing dan koloni bahasa pesan singkat ini ke depan sungguh-sungguh bakal kian menyulitkan perkembangan bahasa Indonesia kalau kita tidak segera memiliki perencanaan bahasa dan ‘politik bahasa’ yang tepat.
Kembali pada riset Graddol di depan, dilaporkan bahwa ke depan bahasa Indonesia hanya dapat meraup angka 1.1% dari kesuluruhan penutur bahasa dunia. Sementara Mandarin bakal menjadi primadona di Asia karena digunakan kira-kira 30% keseluruhan penutur bahasa dunia. Bahasa Spanyol, di sisi lain, juga akan berkembang hebat bahkan akan menggantikan peran bahasa Inggris di Amerika Latin.
Nah, dengan berkaca pada angka-angka persentase yang tidak terlampau menggembirakan bagi bahasa Indonesia di masa depan itu, sekali lagi penulis ingin menegaskan, perlu segera diambil langkah-langkah tegas dan tepat oleh para pengambil kebijakan bahasa. Koloni bahasa asing terhadap bahasa Indonesia harus diserbu balik dengan strategi yang benar-benar tangguh terandal. Demikian pun koloni bahasa pesan singkat, harus benar-benar diserang balik dengan strategi kebahasaan yang harus benar-benar tepat dan jitu.
(Artikel bahasa ini pernah dimuat di Harian Jogja, Agustus 2008)
Jumat, 12 September 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar